—
– Selepas berlalunya bulan yang penuh keutamaan dan keberkahan, mohonlah dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar Dia menerima amal kebaikan kita.
– Orang yang hanya rajin beribadah di Bulan Ramadhan adalah orang yang sangat buruk. Jadilah hamba yang sungguh-sungguh dalam beribadah selama setahun penuh. Karena, sebagaimana kita membutuhkan dan mengharapkan rahmat-Nya di Bulan Ramadhan, bukankah kita juga tetap membutuhkan dan mengharapkan rahmat-Nya di bulan-bulan lainnya?
– Tanda diterimanya amal salih kita adalah istiqamahnya kita dalam beramal salih setelah itu.
5 Faidah Puasa Syawwal
1) Menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh.
2) Seperti salat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib.
3) Tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan.
4) Bentuk syukur pada Allah.
5) Tanda bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja.
—
Bulan Ramadhan yang penuh dengan berkah dan keutamaan berlalu sudah. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang celaka karena tidak mendapatkan pengampunan dari Allah Ta’ala selama Bulan Ramadhan, sebagaimana tersebut dalam doa Malaikat Jibril dan diamini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Celakalah seorang hamba yang mendapati Bulan Ramadhan, kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni (oleh Allah Ta’ala).” (H.R. Ahmad dinyatakan sahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim, adz-Dzahabi dan al-Albani).
Salah seorang ulama salaf berkata,
“Barangsiapa yang tidak diampuni dosa-dosanya di Bulan Ramadhan, maka tidak akan diampuni dosa-dosanya di bulan-bulan lainnya.” (dinukil oleh imam Ibnu Rajab dalam Kitab Latha-iful Ma’aarif, hal. 297).
Oleh karena itu, mohonlah dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar Dia menerima amal kebaikan kita di bulan yang penuh berkah ini dan mengabulkan segala doa dan permohonan ampun kita kepada-Nya, sebagaimana sebelum datangnya Bulan Ramadhan kita berdoa kepada-Nya agar Dia Ta’ala mempertemukan kita dengan Bulan Ramadhan dalam keadaan hati kita kita dipenuhi dengan keimanan dan pengharapan akan ridho-Nya.
Ramadhan yang Membekas
Lalu muncul pertanyaan besar, “Apa yang tertinggal dalam diri kita setelah Ramadhan berlalu? Bekas-bekas kebaikan apa yang terlihat pada diri kita setelah keluar dari madrasah bulan puasa?
Apakah bekas-bekas itu hilang seiring dengan berlalunya bulan itu? Apakah amal-amal kebaikan yang terbiasa kita kerjakan di bulan itu pudar setelah puasa berakhir?”.
Jawabannya ada pada kisah berikut ini. Imam Bisyr bin al-Harits al-Hafi pernah ditanya tentang orang-orang yang (hanya) rajin dan sungguh-sungguh beribadah di Bulan Ramadhan, maka beliau menjawab,
“Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di Bulan Ramadhan, (hamba Allah) yang salih adalah orang yang rajin dan sungguh-sungguh beribadah dalam setahun penuh.” (dinukil oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam Kitab Latha-iful Ma’aarif, hal. 313).
Demi Allah, inilah hamba Allah Ta’ala yang sejati, yang selalu menjadi hamba-Nya di setiap tempat dan waktu, bukan hanya di waktu dan tempat tertentu. Maka sebagaimana kita membutuhkan dan mengharapkan rahmat Allah Ta’ala di Bulan Ramadhan, bukankah kita juga tetap membutuhkan dan mengharapkan rahmat-Nya di bulan-bulan lainnya? Bukankah kita semua termasuk dalam firman-Nya (yang artinya),
“Hai manusia, kalian semua butuh kepada (rahmat) Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Faathir: 15).
Istiqamah
Inilah makna istiqamah yang sesungguhnya dan inilah pertanda diterimanya amal salih seorang hamba. Imam Ibnu Rajab berkata, “Sesungguhnya Allah, jika Dia menerima amal (kebaikan) seorang hamba maka Dia akan memberi taufik kepada hamba-Nya tersebut untuk beramal salih setelahnya, sebagaimana ucapan salah seorang dari mereka (ulama salaf),
‘Ganjaran perbuatan baik adalah (taufik dari Allah Ta’ala untuk melakukan) perbuatan baik setelahnya. Maka barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan, lalu dia mengerjakan amal kebaikan lagi setelahnya, maka itu merupakan pertanda diterimanya amal kebaikannya yang pertama (oleh Allah Ta’ala), sebagaimana barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan, lalu dia dia mengerjakan perbuatan buruk (setelahnya), maka itu merupakan pertanda tertolak dan tidak diterimanya amal kebaikan tersebut.’” (simak Kitab Latha-iful Ma’aarif , hal. 311).
Oleh karena itulah, Allah Ta’ala mensyariatkan puasa 6 hari di Bulan Syawwal, yang keutamannya sangat besar, yaitu menjadikan puasa Ramadhan dan puasa 6 hari di Bulan Syawwal pahalanya seperti puasa setahun penuh, sebagaimana sabda Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang berpuasa (di Bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa sunnah) enam hari di Bulan Syawwal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti puasa setahun penuh.” (H.R. Muslim No. 1164).
Tujuan lain dari puasa Syawwal adalah untuk memenuhi keinginan hamba-hamba-Nya yang salih dan selalu rindu untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan puasa dan ibadah-ibadah lainnya, karena mereka adalah orang-orang yang merasa gembira dengan mengerjakan ibadah puasa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang berpuasa akan merasakan dua kegembiraan (besar): kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika dia bertemu Allah.” (H.R. Al-Bukhari No. 7054 dan Muslim No. 1151).
Inilah bentuk amal kebaikan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah amal yang paling terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit.” (H.R. Al-Bukhari No. 6099 dan Muslim No. 783).
Inilah makna istiqomah setelah Bulan Ramadhan. Inilah tanda diterimanya amal-amal kebaikan kita di bulan yang berkah itu. Maka, silakan menilai diri kita sendiri. Apakah kita termasuk orang-orang yang beruntung dan diterima amal kebaikannya, atau malah sebaliknya. “Maka ambillah pelajaran (dari semua ini), wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS al-Hasyr: 2).
Ditulis oleh Ustaz Abdullah Taslim, M.A., telah dipublikasikan di Majalah Pengusaha Muslim edisi 31.
—
Lima Faidah Puasa Syawwal
Faidah pertama: Puasa Syawwal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (H.R Riwayat Muslim).
Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang serupa. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawwal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan).
Jadi, seolah-olah jika seseorang melaksanakan puasa Syawwal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di Bulan Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh.
Faidah kedua: Puasa Syawwal seperti halnya salat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib
Yang dimaksudkan di sini adalah bahwa puasa Syawwal akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di Bulan Ramadhan, sebagaimana salat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib. Amalan sunnah seperti puasa Syawwal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadhan yang seringkali ada kekurangan di sana-sini.
Faidah ketiga: Melakukan puasa Syawwal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan
Jika Allah Ta’ala menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan salih selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk melakukan amalan salih lainnya, di antaranya puasa enam hari di Bulan Syawwal.
Faidah keempat: Melaksanakan puasa Syawwal adalah sebagai bentuk syukur pada Allah
Nikmat apakah yang disyukuri? Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan salat malam selama sebulan penuh adalah sebab datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan malam lailatul qadr di akhir-akhir bulan Ramadhan?
Faidah kelima: Melaksanakan puasa Syawwal menandakan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja
Amalan yang seseorang lakukan di Bulan Ramadhan tidaklah berhenti setelah Ramadhan itu berakhir. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas kehidupan.
Dinukil dari tulisan Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal pada website https://rumaysho.com/527-lima-Faidah-puasa-Syawwal.html